Banda Aceh – Bank Indonesia (BI) menganggap bahwa Provinsi Aceh perlu melakukan pengolahan lebih lanjut dalam sektor pertanian dan pariwisata guna meningkatkan nilai ekonomi. Langkah ini diharapkan dapat berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat serta mengurangi tingkat kemiskinan.
Kepala Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Aceh, Rony Widijarto, menyatakan, “Saat ini, kami melihat bahwa ekonomi Aceh masih memiliki potensi pertumbuhan baru.” Hal ini disampaikannya dalam acara Diseminasi Laporan Perekonomian Aceh Kuartal II 2023 di Banda Aceh pada Selasa (26/9/2023).
BI Aceh mencatat bahwa luas panen padi di Sumatra, termasuk di Aceh, terus mengalami penurunan. Namun, tingkat mekanisasi dan produktivitas pertanian di Aceh masih merupakan yang terbaik dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Sumatra.
Selain itu, pengembangan sektor pertanian dapat dilakukan melalui penggunaan indeks pertanaman (IP) 400 atau pola tanam empat kali dalam setahun untuk meningkatkan produktivitas.
Lebih lanjut, pengembangan Rice Milling Unit (RMU) dapat diperluas menjadi skala yang lebih besar.
Rony juga menekankan bahwa selain menggalakkan pengolahan lebih lanjut dalam sektor pertanian, sektor pariwisata juga menjanjikan. Meskipun jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan tingkat hunian hotel di Tanah Rencong masih di bawah kinerja sebelum pandemi, Aceh memiliki potensi pariwisata yang sangat baik.
Aceh telah meraih beberapa penghargaan wisata dalam dua tahun terakhir, menunjukkan potensi pariwisata yang besar. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan dalam aksesibilitas, daya tarik, fasilitas pendukung, serta upaya promosi untuk mendorong pertumbuhan sektor pariwisata di Aceh.
Rony menyatakan, “Kita perlu meningkatkan pengolahan lebih lanjut, terutama di sektor pertanian dan pariwisata, karena keduanya saling mendukung.” Tujuan dari pengolahan lebih lanjut adalah untuk menghasilkan produk turunan dari sektor pertanian dan pariwisata yang memiliki nilai tambah.
Dengan cara ini, diharapkan akan terjadi peningkatan distribusi pendapatan, yang pada akhirnya akan berkontribusi pada penurunan tingkat kemiskinan di Aceh. Rony juga menegaskan pentingnya keberadaan industri, karena inilah yang akan meningkatkan nilai tambah dari produk-produk tersebut.
“Di Aceh, masih banyak produk sektor primer yang dijual dalam bentuk mentah, padahal jika diolah lebih lanjut, nilai tambahnya akan sangat tinggi. Sebagai contoh, kelapa sawit bisa diolah menjadi berbagai produk turunan dengan nilai tambah yang signifikan,” tambahnya.