Banda Aceh – Kantor Wilayah Bea Cukai Perwakilan Aceh menyatakan bahwa provinsi Aceh harus memperkuat infrastruktur pelabuhan sebagai pendukung kegiatan ekspor, sehingga tidak perlu lagi menggunakan fasilitas pelabuhan dari daerah lain.
“Saingan dari Pelabuhan Aceh sampai saat ini belum memadai untuk memfasilitasi ekspor secara langsung ke negara tujuan karena fasilitas pelabuhannya masih belum optimal,” kata Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Aceh, Safuadi, di Banda Aceh pada hari Kamis.
Safuadi mengungkapkan bahwa pelabuhan di Aceh saat ini hanya mampu menangani kapal dengan kapasitas rendah, yang berarti pelabuhan tersebut belum bisa menerima kapal besar atau induk yang mampu membawa lebih dari 800 kontainer.
“Sejauh ini, rata-rata kapasitas pelabuhan kita di Aceh hanya cukup untuk kapal di bawah ukuran kapal induk,” ungkapnya.
Oleh karena itu, menurut Safuadi, sebagian besar hasil sumber daya alam Aceh harus diekspor melalui pelabuhan dari provinsi lain, terutama melalui Pelabuhan Belawan di Sumatera Utara. Ini berlaku untuk produk-produk perkebunan, perikanan, dan lainnya.
Safuadi menjelaskan bahwa saat ini para pengusaha Aceh harus menggunakan berbagai moda transportasi untuk ekspor, yaitu pertama-tama melalui jalan darat sebelum barang akhirnya mencapai pelabuhan di provinsi lain yang memiliki fasilitas ekspor yang memadai.
“Artinya, situasi ini menambah biaya lainnya, dan ini merupakan suatu tantangan yang perlu diselesaikan bersama di Aceh,” katanya.
Menurut Safuadi, akibat dari kurangnya fasilitas infrastruktur di pelabuhan, aktivitas ekspor dari Aceh saat ini dicatat di luar provinsi tersebut. Akibatnya, pendapatan dari ekspor tersebut masuk ke provinsi lain.
“Dampaknya sangat signifikan, karena jika catatan ekspor keluar Aceh, maka pendapatan dari hasil tersebut tidak akan menjadi milik Aceh. Hal ini sangat disayangkan terutama saat Pemerintah Aceh sedang memerlukan tambahan dana untuk pembangunan,” katanya.
Oleh karena itu, Safuadi mendorong semua pihak di Aceh untuk bekerja bersama dalam memperkuat infrastruktur bisnis di provinsi tersebut, sehingga ke depan semua kegiatan produksi dari sumber daya alam Aceh dapat diekspor melalui pelabuhan Aceh sendiri.
“Ini akan menyebabkan pendapatan devisa langsung berasal dari Aceh dan provinsi akan mendapatkan pendapatan dari hasil ekspornya. Jika langkah ini tidak diambil, maka itu akan menjadi kerugian bagi Aceh sebagai provinsi yang kaya akan sumber daya alam,” tegas Safuadi.